Penjelasan Umum
Tarif Bea Masuk Indonesia
a. Tarif Bea Masuk Indonesia (TBMI) adalah suatu pembebanan terhadap barang impor berdasarkan klasifikasi barang yang disusun oleh Internasional Conventional on The Harmonized Comodity Description and Coding Sytem dari World Custom Organization
b. TBMI merupakan salah satu instrumen fiskal yang mengatur:
•Penetapan besaran pembebanan tarif bea masuk impor berdasarkan klasifikasi barang;
•Pemberlakuan Tata Niaga Impor mencakup larangan impor dan atau pemberian fasilitas khusus kepada importir tertentu yang dapat mengimpor barang yang diatur tata niaganya.
•pemakaiannya dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau lingkungan hidup; atau
c. TBMI dapat mengalami perubahan versi bila terjadi perubahan pada Sistem Klasifikasi Barang HS-WCO (sebagai contoh :TBMI versi 1996 mengikuti HS-WCO tahun 1996 dan TBMI versi 2003 mengikuti HS-WCO tahun 2002).
d. Secara umum, Tarif Bea Masuk Indonesia ditetapkan dengan menggunakan advalorem. Untuk penyederhanaan struktur tarif bea masuk, interval tarif ditetapkan sebesar 5%. Namun demikian, terdapat beberapa komoditi yang dikenakan tarif spesifik, yaitu beras dan gula. Tujuan pengenaan tarif spesifik tersebut terutama adalah untuk penyederhanaan penghitungan bea masuk.
e. Indonesia menerapkan klasifikasi tarif bea masuk berdasarkan The International Convention Harmonized Commodity Description and Coding System (HS). Untuk keseragaman penerapan sistem tersebut di lingkungan negara-negara ASEAN, maka sejak 1 Januari 2004 Indonesia menerbitkan Buku Tarif Bea Masuk 2004 yang berbasis The ASEAN Harmonized Tariff Nomenclature (AHTN).
Program Dan Kebijakan
Kebijakan Pengenaan tarif pada suatu komoditi akan berpengaruh pada pembentukan harga komoditi tersebut. Secara umum, pengenaan tarif ditujukan untuk:
Kebijakan Pengenaan tarif pada suatu komoditi akan berpengaruh pada pembentukan harga komoditi tersebut. Secara umum, pengenaan tarif ditujukan untuk:
• Memberikan perlindungan terhadap produsen dalam negeri;
• Mengendalikan konsumsi terhadap komoditi tertentu;
• Instrumen perdagangan internasional;
• Penerimaan negara.
Jenis-jenis tarif yang ditangani oleh Tim Teknis Tarif adalah:
• Bea masuk (pembebanan terhadap barang impor);
• Pungutan Ekspor (pungutan terhadap ekspor komoditi tertentu);
• PPN (Pajak Pertambahan Nilai terhadap barang impor);
• PPn BM (Pajak Penjualan terhadap barang mewah yang diimpor);
• Cukai (pembebanan terhadap konsumsi barang yang kena cukai).
Kebijakan tarif ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan acuan pokok yang dipakai untuk perumusan kebijakan tarif adalah "Kepentingan Ekonomi Nasional" dengan tetap memperhatikan ketentuan perdagangan internasional berdasarkan kesepakatan-kesepakatan pada bidang tarif dan perdagangan (baik nasional, regional maupun internasional).
Program Tarif Bea Masuk:
Untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing industri dalam negeri serta mengantisipasi liberalisasi perdagangan internasional, kebijakan tarif bea masuk Indonesia diarahkan untuk mengimplementasikan program berikut:
• Tarifikasi (merubah Tata Niaga Impor menjadi Tarif Bea Masuk);
• Penurunan Tarif (secara bertahap dan berkesinambungan);
• Harmonisasi Tarif (antar sektor dan tingkatan proses produksi);
• Penyederhanaan Tarif (struktur tarif yang sederhana dan efisien).
Pedoman Perumusan Kebijakan Tarif:
Dalam perumusan kebijakan tarif bea masuk, pedoman umum yang digunakan adalah sebagai berikut:
• Undang-undang Kepabeanan (Undang-undang No.17 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan);
• Komitmen di bidang tarif (GATT/WTO, APEC, AFTA);
• Jadwal Penurunan Tarif Bea Masuk (SK Menkeu No. 378/KMK.0l/1996);
• Program Harmonisasi Tarif 2005-2010
• Kepentingan Ekonomi Nasional;
• Trend Perdagangan Internasional (globalisasi ekonomi);
Perkembangan Tarif Bea Masuk
Implementasi program penurunan tarif bea masuk sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2003 (sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 378/KMK.0l/1996) secara konsisten dan berkesinambungan telah menghasilkan tingkat tarif bea masuk yang rendah, dengan gambaran:
Implementasi program penurunan tarif bea masuk sejak tahun 1995 sampai dengan tahun 2003 (sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 378/KMK.0l/1996) secara konsisten dan berkesinambungan telah menghasilkan tingkat tarif bea masuk yang rendah, dengan gambaran:
PERKEMBANGAN STRUKTUR TARIF BEA MASUK INDONESIA (MFN) | |||
No | Tahun | Jumlah Pos Tarif | Bea Masuk Rata-rata (%) |
1. | 1995 (PAKMEI) | 7,386 | 15.48 |
2. | 1996 | 7,264 | 13.01 |
3. | 1997 | 7,210 | 11.81 |
4. | 1998 | 7,213 | 9.24 |
5. | 1999 | 7,277 | 8.68 |
6. | 2000 | 7,293 | 7.28 |
7. | 2001 | 7,293 | 7.30 |
8. | 2002 | 7,294 | 7.35 |
9. | 2003 | 7,540 | 7.24 |
10. | 2004 | 11,163 | 9.88 |
11. | 2005 | 11,171 | 9.86 |
12. | 2006 | 11,173 | 9.45 |
13. | 2007 | 8,744 | 7.81 |
Ruang Lingkup
- Penerimaan Perpajakan;
- Penerimaan Negara Bukan Pajak;
- Penerimaan Pengembalian Belanja; dan
- Penerimaan Perhitungan pihak Ketiga.
Lebih spesifik lagi, MPN hanya meliputi penerimaan negara sesuai dengan kriteria di atas yang disetor oleh perorangan/badan, atau Bendahara melalui Bank/Pos Persepsi dan penerimaan yang berasal dari Surat Perintah Membayar (SPM) yang dibukukan oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Beberapa Hal Tentang MPN
- MPN mengintegrasikan tiga sistem penerimaan yang selama ini berjalan, yaitu Sistem Monitoring Pelaporan Pembayaran Pajak (MP3) oleh Ditjen Pajak, Sistem Elektronik Data Interchange (EDI) oleh Ditjen Bea dan Cukai, dan Sistem Penerimaan Negara (Sispen) oleh Ditjen Anggaran.
- Awal penerapan MPN ditandai dengan soft launching MPN oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pada tanggal 30 Oktober 2006 bertepatan dengan Hari Keuangan ke-60.
- Tujuan MPN adalah untuk memberikan pelayanan yang terbaik bagi Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor dan menyediakan data penerimaan yang relevan dan reliable yang dapat digunakan oleh semua instansi terkait (Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, dan Ditjen Perimbangan Keuangan).
- Ruang lingkup MPN meliputi Penerimaan Perpajakan, PNBP, Pengembalian Belanja, dan Penerimaan Perhitungan Fihak Ketiga yang disetor oleh perorangan/badan atau Bendahara melalui Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan penerimaan yang berasal dari SPM yang dibukukan oleh KPPN.
- Sistem MPN terhubung dengan seluruh Bank/Pos Persepsi yang menerima pembayaran penerimaan negara. Bank/Pos Persepsi melakukan pengesahan pembayaran penerimaan negara ke sistem MPN secara realtime online. Kegiatan ini dilakukan setiap ada pembayaran penerimaan negara oleh Wajib Pajak/Wajib Setor/Wajib Bayar. Pengesahan pembayaran penerimaan negara dibuktikan dengan diterbitkannya NTPN oleh sistem MPN.
- Setoran penerimaan dalam sistem MPN tidak hanya melalui teller/loket bank/pos, tetapi juga sudah berkembang pembayaran penerimaan negara melalui berbagai jalur yakni e-billing, ATM, dan Internet Banking.
User Acceptance Test pada Bank/Pos Persepsi
User Acceptance Test (UAT) Bank/Pos Persepsi adalah pengujian Prosedur Operasi Standar (SOP) dan Teknologi Informasi yang dimiliki Bank/Pos Persepsi apakah layak untuk menampung penerimaan negara dengan sistem Modul Penerimaan Negara (MPN). UAT dilakukan kembali karena adanya berbagai permasalahan dalam pelaksanaan MPN, antara lain:
- Pelayanan penerimaan pembayaran oleh Bank/Pos Persepsi dilakukan hanya sampai pukul 11.00 atau 12.00 siang. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan yang mewajibkan bank/pos persepsi harus tetap membuka loket penerimaan sesuai dengan jam buka kas.
- Pelayanan terhadap Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor belum terstandarisasi antara satu bank dan bank lainnya.
- Saat-saat peak season tanggal jatuh tempo pembayaran penerimaan negara, sistem perbankan sering mengalami masalah dalam mengakses NTPN dari MPN, dikarenakan banyaknya Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor yang melakukan pembayaran penerimaan negara.
-
Wikipediaapbn.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar